Dalam puluh keduaku
Kau datang merangkai sebuah buku
Buku yang kau karang untuk melengkapiku
Memberi pinta padaku untuk membentuk huruf-huruf
menjadi padu
“Penuh Kejutan” ya, itulah dirimu. Awal ku
mengenalmu segalanya tentang definisi hidupku berubah, kebaikan-kebaikan yang
kau tawarkan memberikanku kabar baik. Setiap yang kau suka akupun menyukainya
entah karena angin apa hati ini ingin saja berhembus ke setiap jalur hidupmu. Menapak
bersama pijakanmu.
Aku merasa bodoh, tanpa
berpikir panjang ingin membuat sebuah jeda di antara kita, semuanya terjadi
begitu saja. Dan tanpa kusadari, tanpa berpikir panjang. Memberi Jarak Pada Cinta.
Membuat Ruang Sendiri. Atau sejenis dengan aku ingin tahu sebesar apa aku
merindukanmu, sekuat apa aku tak mendengar kabarmu, seberapa jumlahnya aku
membutuhkanmu.
Saat aku mencoba menguji seberapa besar sebuah
kata benda yang dinamakan "Rindu" tapi sedikit condong ke arah kata
sifat atau kata kerja buatku, entahlah. aku dengan tiba-tiba amat merindukanmu.
Merindukan sepasang bola mata yang hanya dengan menatapku seperti mampu
menghapus semua rasa sakit yang pernah ada karena benar "you are my best medicine ever". Aku dengan
tiba-tiba teramat merindukanmu. Merindukan sebentuk bahu bidang yang hanya
dengan kusandari seperti mampu membuatku memiliki isi dunia. Aku dengan
tiba-tiba amat merindukanmu.Merindukan sebentuk pesan yang walaupun singkat
seperti mampu membuat hati ini terus kuat. Aku dengan tiba-tiba amat
merindukanmu. Merindukan sosok senyum sederhana tapi mempu membuatku mengingat
penciptanya.
Aku merindukan nasihat-nasihat
kecilmu untukku, nasihat lama yang tak pernah habis dimakan oleh zaman. Dan akupun
menyerah dan teringat “jangan mintaku tak mendengar kabarmu, karena itu bagaiku
menahan nafas, sedetikpun aku tak sanggup” kalimat pamungkas kita yang tak bisa
terelakkan. Dan aku merindu dengan amat sangat teramat.
“Karena dengan sekadar kamu ada, aku percaya segalanya
akan baik-baik saja.” –Ahimsa Azaleav.