20 Februari 2011
Jam dinding berdetak-detak dalam keheningan malam ini.
Aku berbaring malas diatas tempat tidur. Di sampingku tergeletak rangkaian tali
makrame warna biru, warna kesukaanku. Benda berwarna biru itu darinya. Sosok
yang begitu kurindukan saat ini. Aku menyentuh tali berwarna biru itu tanpa
berniat mengambilnya. Kubiarkan benda itu tergeletak tetap pada tempatnya. Aku
menyentuh dan mengelus teli demi tali dengan lemah. Seakan benda itulah sosok
yang begitu kurindukan saat ini. Kelopak mataku terasa hangat, dan sesaat
kemudian meneteskan butir-butir airmata. Sungguh, aku tak mengerti mengapa aku
bisa begitu merindukan seseorang seperti ini. Terkadang, aku merasa sedikit
konyol jika perempuan bisa begitu merindukan seorang lelaki. Dan seiring
berjalannya waktu, aku sendiri menyadari bahwa akulah perempuan konyol itu.
Aku bangkit untuk duduk kemudian menyeka airmataku.
Aku meraih sebuah HP yang tergeletak di atas meja. Aku ingin mendengar lagu itu
lagi. Lagu yang pernah jadi kesukaanya waktu itu (D’masiv- Rindu Setengah Mati)
Aku rindu setengah mati kepadamu
Sungguh ku ingin kau tahu..
Ku tak bisa hidup tanpamu
Aku rindu
Lagu selesai berputar,
aku melihat jam menunjukkan pukul 23.55 WIB, 5 menit lagi adalah hari ulang tahunnya. Aku segera
menulis pesan singkat untuknya. Akan ku kirimkan tepat pukul 00.00 WIB.
To: Mas
Telah ratusan hari kau penuhi hidupku, yang kau
letakkan bukan senyum bukan pula tangis. Entah harus bagaimana cara
memandangmu, yang aku tahu kau begitu rumit. Aku menyaksikan titik terendahmu.
Doa… Hanya itu yang
selalu terbatin untukmu karena nyatanya lakuku hanya sia-sia. Semoga detik ini
adalah pembaharu bagimu. Semoga asa tak terbatas selalu melingkupi dirimu. Di
hari-hari yang akan datang. Semoga hatimu terbuka. Sehingga melihat dengan
jelas. Apa yang telah kau beri. Dan kau tinggalkan begitu saja. Semoga
bahagiamu selalu diiringi rahmat-Nya. Happy milad 17th, Mas. Wish
you all the best!
Message sent tepat pukul 00.00 WIB.
Kemudian aku berbaring
dan memejamkan mata. Aku tertidur dalam keadaan tersenyum. Aku tahu hari ini
adalah hari bahagia untuknya. Hari baru dimulainya menyongsong kedewasaan.
Dalam hati aku mendoakan segala kebaikan untuknya.
***
Aku duduk pada sebuah bangku panjang di depan kelas
yang sudah kosong dan sepi. Ya, kelasku yang dulu, aku sengaja memilih tempat
ini untuk membaca kembali surat darinya, karena di tempat inilah aku dapat
mengingat peristiwa masa lalu dengannya. Peristiwa masa lalu yang selalu
membuatku rindu, ketika aku sedang duduk bersama teman-temanku di depan kelas.
Dan dia juga sedang duduk bersama teman-temannya di depan kelasnya. Kelas kami
berseberangan sehingga dia dengan mudah dapat melihatku dan begitu juga
sebaliknya. Aku selalu dibuat tersenyum mengingat masa-masa itu.
Angin sore berkesiut menebar debu hangat di
sekeliling, sore ini sedikit panas. Persis seperti sore waktu itu ketika aku
dan dia berbicara cukup lama di sini tepat di tempat ini. Perlahan aku membuka
kembali surat darinya. Entah sudah berapa kali aku membacanya. Tulisannya lebih
rapi daripada tulisannya yang kuingat di buku catatan kimianya yang kupinjam
waktu itu. Dan yang terpenting kata-kata di dalamnya selalu membuat hatiku
bergetar.
From: Mas
To: Adek
Assalaamu’alaikum W. W.
Dek, lewat surat ini aku
hanya ingin menjelaskan padamu tentang kepergianku. Perlu kamu tahu aku pergi
bukan untuk menjauhimu. Aku hanya ingin mencari cara bagaimana baiknya untuk
bersama lagi. Aku tahu kamu selama ini merasa sakit atas sikap angkuhku padamu.
Tapi mengetahui itu yang kulakukan hanya diam dan membiarkanmu berpura-pura
kuat tanpa menyadari bahwa kamu juga ingin melarikan diri. Maafkan aku.
Sejak awal bahkan sampai
detik ini, aku tak ingin, dek. Bahkan setiap melihatmu aku selalu begitu ingin
mengusap kepalamu dan menunjukkan padamu betapa aku ingin melindungimu. Tapi
aku selalu menahan diriku, aku ingin menghormatimu sebagai perempuan yang suci
dan berharga. Tapi maafkan aku karena seringkali aku tak mampu menahan diriku
untuk tidak melakukannya,
Untuk itulah adekku…. Aku
ingin pergi darimu sementara waktu karena setiap bersamamu aku mati-matian
mengendapkan perasaanku agar tak melakukan apa yang Tuhan benci. Aku juga
berusaha membuatmu menjauhiku. Tapi aku sadar bahwa caraku begitu bodoh untuk
membuatmu membenciku. Aku ingin kamu juga menjauhiku karena akulah yang selalu
membuatmu menangis. Maafkan aku.
Semoga dengan kepergianku
kamu bisa bercanda dan tertawa lagi seperti waktu itu. Meski jauh aku selalu
melindungimu, dek. Dan yakinlah suatu saat kita pasti akan bertemu di satu
titik yang sama jika kita istiqomah berjalan di satu kebenaran, kamu harus
selalu ingat firman Allah QS. Atthur:48 “Dan bersabarlah dalam menunggu
ketetapan Tuhanmu, sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami.”
Sekali lagi, maafkan aku,
dek. Maafkan Mas….
Wassalaamu;alaikum W. W.
***The
end***
Cerpen ini bukan
asli karyaku, melainkan karya seorang kakak kelasku ….. di MAN3 Kediri. Cerpen
ini pun pernah dimuat di majalah IQRO’ madrasahku edisi…. Dengan tema The
Winner. Aku suka cerpen ini, ya semoga saja menghibur mhihi.
No comments:
Post a Comment