Seiring
berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa ini semua adalah perasaan yang
kebanyakan orang menyebutnya cinta. Sebelum ini aku selalu ragu untuk
mengakuinya. Bahkan saat dia mulai bertanya padaku tentang perasaanku padanya.
Bahkan saat dia secara tidak langsung bertanya padaku, “maukah kamu jadi
kekasihku?” Aku selalu mengelak dan menjawab, “bukan saatnya membicarakan itu,
lebih baik kita bersahabat, sahabat bisa berubah jadi cinta kan, mas?”. Dan seiring berjalannya waktu aku benar-benar
semakin terjatuh dan menyayanginya lebih dari sekedar kakak angkat. Aku menyayanginya
dan aku merasa bahagia karenanya. Sampai seseorang masuk ke dalam lingkaran hubungan kami. Entah
mengapa aku merasa marah ketika dia menghadirkan seseorang itu ke dalam
lingkaran hubungan kami. Aku merasa kasih sayangnya adalah dusta. Aku merasa
selama ini tidak benar-benar ada aku di hatinya. Dia bisa membaca perasaanku.
Dia meredam amarahku dengan mengatakan, “aku pilih adekku yang ku sayang”.
Bahkan dia bertanya lagi tentang perasaanku padanya “kamu masih sayang aku?”
aku menjawab jujur, “ya”. Dan setelah itu kurasa semua baik-baik saja. Tanpa
kusadari aku begitu mempercayainya.
***
Hari-hari
terus berlalu. Aku menikmati segala macam perasaan-perasaanku tentangnya. Aku
menikmati saat-saat bertemu dengannya, mendengar suaranya di telepon, merasakan
dinginnya rinai hujan bersama, dan semua saat-saat terdekatku dengannya. Aku
tak tahu sejak kapan aku mulai merindukannya, yang aku tahu perasaan-perasaan
semacam ini selalu datang tiba-tiba tanpa peringatan. Dan ketika aku
menyadarinya, aku sudah terjatuh terlalu dalam. Sesekali atau sebut saja
berkali-kali kami bertengkar. Semua jadi terasa kacau. Aku bisa begitu marah
padanya. Kenapa dia bisa melakukan kesalahan itu? Padahal dia tahu aku tak suka
diperlakukan seperti ini. Dia selalu melakukan kesalahan yang dia tahu begitu
akau benci, aku bisa begitu membencinya.
Tapi,
meskipun aku sedang begitu membencinya, aku selalu luluh kembali jika
melihatnya memasang wajah muram di sekolah karena malam sebelumnya terjadi
pertengkaran-pertengkaran diantara kami. Ya, aku selalu ingin melihatnya
tersenyum , aku benci melihatnya memasang wajah muram. Apalagi hanya karena
aku, aku tak ingin merusak hari-harinya. Tapi apakah dia pernah berpikir bahwa
dia juga selalu dengan mudah merusak hari-hariku? Ahh, aku lelah.
***bersambung***
No comments:
Post a Comment